JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan target dana yang dihimpun dari pasar modal tahun ini. Dari semula Rp160 triliun menjadi hanya Rp100 triliun. Penyesuaian tersebut dilakukan lantaran mayoritas investor menunda berinvestasi saat pandemig SARS-CoV-2.
"Memang kondisi pandemi ini harus kita lakukan penyesuaian target tehadap beberapa target yang dicanangkan sebelumnya," kata Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen dalam video conference, Selasa (3/11).
Hingga 26 Oktober, tercatat 141 penawaran emiten dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp94,4 triliun. Dari jumlah penawaran tersebut, 45 emiten di antaranya adalah penawaran baru. Selain itu, masih ada 49 emiten yang berencana melakukan penawaran senilai Rp 20,75 triliun.
Meski demikian, Wakil Ketua I Asosiasi Modal Ventura Indonesia untuk Start-up Indonesia (Amvesindo) William Gozali mengatakan, investor masih tertarik menanamkan dana segar kepada para start-up di Indonesia. Hingga kuartal III 2020 jumlah pendanaan kepada start-up mencapai 1,92 miliar dolar AS melalui 52 transaksi. Bahkan, hingga akhir tahun diprediksi mencapai 2 miliar dolar AS.
Dia menyebut, beberapa sektor berpotensi besar dilirik investor. Seperti sektor kecantikan, social commerce, foodtech, healthtech, dan edutech. "Indonesia memiliki banyak UMKM. Start-up memberikan solusi untuk digitalisasi UMKM yang masih memiliki ruang besar," beber William.
Menurut dia, memberikan pendanaan kepada start-up maupun UMKM memiliki potensi pertumbuhan yang terukur dari pasar yang besar dan terus berkembang. Sehingga produk yang dihasilkan dapat memberikan dampak yang besar. Juga, kemampuan beradaptasi dengan ketidakpastian.
"Salah satu indikatornya adalah diversifikasi baik dalam aspek produk, model bisnis, segmen pelanggan, dan lainnya," ucapnya. Selain itu, start-up mampu melakukan efisiensi dengan model bisnis dan penggunaaan dana. Sehingga penggunaan dana dapat dioptimalkan dalam menghadapi dinamika pasar.(han/das)
Laporan: JPG (Jakarta)